Rabu, 23 Januari 2013

BAMBU Tanaman Pencipta Mata Air, Solusi Kekeringan Sekaligus Solusi Mengurangi Banjir

Tanaman Pencipta Mata Air



Sekitar setahun yang lalu, saya bersama teman yang bekerja di satu NGO yang salah satu jalan karyanya adalah lewat Program Pertanian Berkelanjutan, mencoba mengakses dana dari donatur untuk teman-teman Kelompok Tani Alam Lestari, Desa Bangun Rejo, Kec. Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah. Isue yang kami usung adalah pemulihan keutuhan ciptaan, yang kami kaitkan dengan penghidupan masyarakat desa tersebut.

Salah satu kebutuhan mutlak makhluk hidup adalah air. Sebagian penduduk Desa tersebut bermatapencaharian sebagai petani. Petani sebagai profesi yang kian langka, maupun tanaman yang mereka muliakan keduanya butuh air. Menurut teori volume air di bumi ini tetap, namun seiring penggundulan hutan, botaknya Daerah Aliran Sungai, dan ditambah pencemaran lingkungan, volume air bersih kian hari kian langka. Jangankan untuk tanaman di sawah, untuk minum saja susah … kira-kira demikian keluhan teman-teman petani ketika kemarau melanda.

Dalam rangka mengakses dana, maka kami bersama beberapa teman dari kelompok tani melakukan Ansos (analisis sosial) kecil-kecilan. Salah satu kegiatan dalam rangka mencari data, adalah melihat fakta di lapangan. Sebagai langkah persiapan, saya tanya teman-teman yang tergabung dalam organisasi pemulia bambu, juga melakukan studi literasi, mencari jenis tanaman lokalyang cocok untuk konservasi . Dari beberapa jenis tanaman, saya tertarik pada tanaman bambu.

Dari sumber-sumber yang bisa saya akses, berikut fakta menarik tentang tanaman bambu:
  1. Tanaman bambu yang cukup mudah ditemui di berbagai wilayah di Indonesia, diperkirakan sudah ada sejak 200 juta tahun yang lalu. Menurut peneliti tanaman bambu dari LIPI, elizabeth A widjadja, dari 1500-an tanaman bambu didunia, Indonesia memiliki sekitar 157 jenis yang sekitar 60 -70 adalah tanaman khas indonesia dan tidak ada di negara lain.
  2. Tanaman bambu adalah tanaman berkayu yang paling cepat pertumbuhannya di muka bumi, tumbuh setidaknya 30% lebih cepat dari tanaman tercepat lainnya. Seorang teman pemulia bambu bercerita ada jenis rebung bambu yang bisa tumbuh 100 cm/hari (sambil memperlihatkan foto jenis bambu raksasa yang diameternya sebesar pinggang teman yang cukup lebar badannya itu, he he).
  3. Akar tanaman bambu sangatlah kuat dalam menjaga tanah dari erosi. Akar dari tanaman bambu yang ditebang masih dapat berfungsi mencegah pengikisan.
  4. Tanaman bambu menghasilkan 35% lebih banyak oksigen daripada tanaman lain pada umumnya.
  5. 1 hektar tanaman bambu mampu menyerap sampai dengan 12 ton karbondioksida dari udara atau mampu menyerap 4 kali lipat lebih banyak karbondioksida daripada tanaman biasa lain.
  6. Dalam upayanya unutk mengkonversi lahan bekas pertambangan batu di india, Utthan centre telah mencoba melakukan penanaman bambu seluas 106 ha, dan dalam waktu 4 tahun, permukaan air bawah tanah meningkat 6.3 meter dan seluruh areal penanaman menghijau serta memberikan pekerjaan kepada sekitar 80% penduduk setempat melalui industri kerajinan bambu. Dalam banyak kasus di banyak daerah, tanaman bambu bahkan mampu memunculkan mata air - mata air baru.
  7. Hasil study dari akademi Beijing dan Xu xiaoging, tanaman bambu yang ditanam disepanjang daerah aliran sungai, ternyata mampu menambah 240% air bawah tanah lebih besar dibandingkan penanaman pinus.
  8. Study lanjutan menyebutkan, untuk daerah kritis yang perlu direboisasi, bambu direkomendasikan sebagai salah satu tanaman perintis mengingat kemampuannya dalam mempengaruhi retensi air dalam lapisan topsoil yang mampu meningkatkan aliran bawah tanah secara nyata.
  9. Karena alasan nilai adat, budaya dan konservasi, China telah berhasil melakukan penanaman hutan bambu seluas 4.3 juta ha ( 35 dari luas hutannya) dan mampu menghasilkan produksi bambu lestari sebanyak 14.2 juta ton/tahun dan memberikan kontribusi US $ 2.8 milyar. Selain itu dari rebungnya sendiri, china menghasilkan 17 juta ton/thn.
  10. Di kolombia, masyarakat disana menyebut menanam bambu sama dengan menanam air, karena kenyataannya bambu mampu menyerap sampai dengan 90% air hujan hujan, jauh lebih tinggi dibanding rata rata pepohonan lain yang hanya menyerap 35-40% air hujan yang diterimanya.
*****
Dengan bekal informasi di atas, kami berkeliling desa. Sebelum bersama-sama ke lokasi sumber air, kami ngobrol dulu di rumah Mas Edi Sang ketua Kelompok Tani Alam Lestari, bersama dengan Mas Anton, Sang Sekretaris. Dari ‘kesaksian’ mereka, sulu ada 5 sumber air, namun kini tinggal 4 sumber air tersisa di desa tersebut, dua diantaranya menjadi andalan penduduk desa ketika musim kemarau. Keduanya dekat rumpun bambu. Hmmm, fakta yang menarik gumam saya dalam hati mendengar informasi yang mereka sampaikan.

Ketika saya tanya, “sumber apa yang kering” ? Mas Anton bilang Sumber Gayam.
Lalu saya mengejar, “kenapa namanya Sumber Gayam, apakah ada pohon gayamnya” ? Mas Anton menjawab “dulu memang ada, tapi sekarang sudah nggak ada, sudah ditebang”.

Sedikit flashback
Dugaan saya sumber itu mengering karena pohon gayam yang ada ditebang. Gayam memang salah satu tanaman ‘pencetak mata air’. Ketika saya Ansos di daerah perbatasan Prambanan dengan Gunung Kidul, Yogyakarta, awal tahun 2007, sebagian Penduduk Dusun, para petani ‘senior’ menceritakan bahwa dulu banyak pohon gayam yang tumbuh didekat mata air. Mereka bercerita bahwa salah satu sendang yang bertahan adalah Sendang Sriningsih, yang ditumbuhi beringin dan gayam disekitarnya. Sendang tersebut mengampu pemenuhan air para penduduk sekitar, yang disuplay melalui jaringan pipa.
*****

Mohon maaf, berhubung koneksi internet lagi lambat, maka foto-foto Ansos tentang dua Sumber Air tersisa belum bisa diunggah.
******

Sisi Ekonomi ..
Tanaman bambu jenis hitam (wulung) dan njenis petung, sebatang berharga 35 ribu hingga 70 ribu.   Jika kita menanam satu rumpun, setelah 6 hingga 8 tahun, maka setiap bulan kita dapat memanen 2 batang.  Jika satu rumpun bambu rata-rata butuh lahan seluas 100 m2, maka dalam 1000 m2 kita dapat menanam 10 rumpun bambu, artinya 6 hingga 8 tahun ke depan kita akan memiliki penghasilan 700 ribu hingga 1,4 juta / bulan (nilai saat ini).   Hasil yang lumayan, apalagi jika kita ‘beruntung’, kita akan  ‘memperoleh bonus’  berupa mata air di lahan kita, satu elemen yang kian hari kian langka. Jika penanaman bambu di lahan kritis, tepian sungai, dikelola secara komunal, maka outputnya bisa menjadi modal sosial yang tidak kecil : cadangan air yang makin banyak, munculnya sentra kerajinan bambu, desa - sekolah alam, desa-wisata konservasi, dan sebagainya .

Lewat tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa upaya konservasi air dapat ditempuh bersamaan dengan upaya menambah penghasilan. Anugerah alam yang mestinya kita syukuri dan kita kelola dengan bijak bagi kesejahteraan bersama.  Maka, mari mulai menjadi bagian gerakan Pemulihan Keutuhan Ciptaan.

Sumber:  - Internet;  - Sharing dengan teman pemulia bambu di Jogja
Salam bambu, Thomas

Sumber : http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/09/17/tanaman-pencipta-mata-air-396273.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar