Pelestarian Hutan Bambu Untuk Mengatasi Pemanasan Global
Oleh: Deny Hingmadi
Sumber:http://denyrebel.blogspot.com/ 05 Desember 2011
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, permasalahan yang dihadapi
negara-negara di dunia termasuk Indonesia adalah pemanasan global.
Pemanasan global atau global warming merupakan proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi.
Penyebab terjadinya pemanasan global
yaitu efek rumah kaca akibat aktivitas manusia. Aktivitas manusia
melalui efek rumah kaca akan meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca
seperti uap air, Karbon Dioksida, dan metana. Gas-gas tersebut dalam
jumlah berlebih di atmosfer mengakibatkan panas dari bumi tidak dapat
keluar dan terperangkap di bawahnya sehingga mengakibatkan suhu di bumi
meningkat.
Untuk mengatasi permasalahan pemanasan
global ini, maka dapat dilakukan dengan dua cara. Cara penanggulangan
tersebut yaitu dengan mencegah lepasnya karbon dioksida ke atmosfer
(menhilangkan karbon) dan mengurangi produksi-produksi gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon di udara dapat
dilakukan dengan memelihara tanaman/pohon atau memperbanyak jumlah
tanaman. Melalui proses fotosintesis, tumbuhan menyerap dan memecah
karbon dioksida dan menyimpannya dalam kayu. Dari proses fotosintesis
ini akan dihasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk
hidup di bumi ini.
Salah satu tumbuhan yang memiliki daya
serap carbon dioksida yang baik adalah bambu. Oleh karena itu,
pelestarian hutan bambu sangatlah penting untuk mencegah pemanasan
global.
B. Rumusan Masalah
Berdarsarkan uraian diatas, maka permasalahan yang diambil dalam penulisan makalah ini adalah:
- Apa itu pemanasan global dan dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global?
- Bagaimana peranan bambu terhadap pemanasan global?
C. Tujuaan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
- Untuk mengetahui apa itu pemanasan global dan dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global
- Untuk mengetahui peranan bambu dalam mencegah pemanasan global
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah
- Sebagai salah satu bahan acuan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian lanjutan dan bahan refrensi tentang hutan bambu
- Memberikan informasi bagi maysarakat tentang maanfaat dari melesestarikan hutan bambu
- Memberikan informasi bagi pemerintah untuk menghidupkan kembali “Aksi Bambu” yang dulu pernah di programkan dan mengadakan konservasi hutan bamboo terutama bagi Dinas Kehutanan
A. Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming
adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat
0,18-0.74 °C (0.32 -1,33 °F) selama seratus tahun terakhir.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan
dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan
akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara maju.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh
projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Meningkatnya
suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain
seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena
cuaca yang ekstrem. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai
jenis hewan. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas
tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus bertambah di
udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri,
khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon yang terutama adalah karbon
dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi,
gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.
Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan
emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas
industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon
seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi
sekarang dihapus dalam Protokol Montreal.
Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah
akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu
berarti mempercepat pemanasan global. Sepanjang seratus tahun ini
konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi
dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal
dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidak seimbangan yang
mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk
keuntungan.
Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energy yang tak
dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan
makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di
negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan
bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil
dan energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi
penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar
20%, dan mengubah iklim lokal dan siklus hidrologis, sehingga
mempengaruhi kesuburan tanah.
Dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global:
1. Perubahan cuaca dan lautan dapat
berupa peningkatan temperatur secara global (panas) yang dapat
mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas
(heat stroke) dan kematian, terutama pada orang tua, anak-anak dan
penyakit kronis. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal
panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca
yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di
kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma.
Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke
tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare,
malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain.
2. Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun
penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Mengapa hal
ini bisa terjadi? Kita ambil contoh meningkatnya kejadian Demam
Berdarah. Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit ini memiliki pola
hidup dan berkembang biak pada daerah panas. Hal itulah yang
menyebabkan penyakit ini banyak berkembang di daerah perkotaan yang
panas dibandingkan dengan daerah pegunungan yang dingin. Namun dengan
terjadinya Global Warming, dimana terjadi pemanasan secara global, maka
daerah pegunungan pun mulai meningkat suhunya sehingga memberikan ruang
(ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.
3. Degradasi Lingkungan yang disebabkan
oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne
diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara
hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti
asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan
lain-lain.
B. Ekologi Hutan Bambu
Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah
tropis dan subtropik. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi
angiospermae, klas monocotyledonae, ordo Graminales, family graminiae,
sub family bamusoideae. Secara alami bambu dapat tumbuh pada hutan
primer maupun hutan skunder (bekas perladangan dan belukar). Pada
umumnya bambu menghendaki tanah subur, sedangkan jenis lainnya dapat
tumbuh pada tanah yang kurang subur merupakan tempat jenis tanaman
berkayu. Yang termasuk dengan tempat tumbuhnya bambu adalah curah hujan
yang cukup, minimal 1000 mm/thn ( Anonim, 1998).
Anonim (1999), mengemukan bahwa tanaman
bambu dapat tumbuh mulai dari 0 – 1500 m dari permukaan laut, bahkan
jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada ketinggian antara
2000-3750 m dari permukaan laut. Pada ketinggian 3750 m dari atas
permukaan laut, habitusnya berbentuk rumput.
C. Potensi Bambu
Potensi jenis bambu didunia dikenal dalam
75 genus dan terdiri atas 1500 spesies. Di Indonesia terdapat kira-kira
10 genus yaitu Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa,
Gigantochloa, Melacanna, Nastus, Phyllostachys, Shizostachyum dan
Thyrostachys. Di asia terutama didaerah Indo-Burma dikenal kira-kira 300
species, di India kira-kira 136 spesies, di Burma kira-kira 39 spesies,
Di Malaysia kira-kira 29 spesies, di Jepang 9 spesies, di Philipina 30
spesies. Selanjutnya dikatakan bahwa hanya 5 spesies saja (termasuk
dalam 2 genus) yang tumbuh asli di Indonesia, sedangkan lainnya
merupakan jenis eksotik. Kelima spesies ini termasuk dalam kualitas yang
rendah. Adapun cirri-cirinya adalah berdinding tipis, tumbuh asli di
Indonesia, sedangkan spesies yang berdinding tebal dan beruas panjang
berasal dari Burma serta negara Asia lainnya (Nur Berlian, 1995).
Pohon bambu juga berfungsi sebagai
penjernih air. Oleh karena itu daerah bantaran sungai yang banyak pohon
bambu, air sungai tersebut terlihat jernih. Bambu yang dimanfaatkan
umumnya yang sudah masak tebang, lebih kurang berumur empat tahun dan
pemanenannya dengan sistem tebang pilih. Setelah ditebang biasanya
direndam dalam air mengalir, air tergenang, lumpur, air laut atau
diasapkan. Kadang-kadang diawetkan juga dengan bahan kimia. Kegiatan
selanjutnya adalah pengeringan (Batubara, 2002). Tanaman bambu
berpotensi menjadi solusi alternatif bagi sejumlah permasalahan
lingkungan terutama dalam mengatasi pemanasan global.
Menurut Widjaja (2004), cepatnya
pertumbuhan bambu dibanding dengan pohon kayu, membuat bambu dapat
diunggulkan untuk deforestasi. Dalam sehari bambu dapat bertambah
panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa
dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan
kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera
tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara
terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu ini
akan mengalami kepunahan karena dipanen.
Berbeda dengan kayu, setelah
ditebang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggantinya dengan
pohon yang baru.Selain itu bambu juga merupakan penghasil oksigen
paling besar dibanding pohon lainnya. Bambu juga memiliki daya serap
karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO2 di udara, selain
juga merupakan tanaman yang cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis.
Selain itu Indonesia memiliki bambu sebagai sumber daya lokal terbarukan
dengan potensi yang luar biasa dari aspek lingkungan alam dan sosial
ekonomi.
Meningkatkan volume air bawah tanah
Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini
menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan
dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu
dapat menyerap air hujan hingga 90 %. Oleh karena itu besar kemungkinan
untuk bambu dapat tumbuh dengan subur. Selain itu, juga dapat mengatasi
erosi dan tanah longsor
D. PELESTARIAN HUTAN BAMBU
Syarat Tumbuh Bambu
Menurut Anonim (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi syarat tumbuh bambu adalah sebagai berikut :
1. Tanah
Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis
tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai becek,
dan dari tanah subur sampai kurang subur. Juga dari tanah pegunungan
yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah
dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu
dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam pada pH 3,5 dan umumnya
menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur
tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman
tersebut akan terpenuhi.
2. Ketinggian Tempat
Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik
pada dataran rendah maupun dataran tinggi yaitu antara 0 – 1000 mdpl
bahkan jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada ketinggian
antara 2000-3750 m dari permukaan laut. Pada ketinggian 3750 m dari
atas permukaan laut, habitusnya berbentuk rumput.
3. Iklim
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman
bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-36˚C. Suhu lingkungan ini juga
dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin
rendah suhunya. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl. Walaupun
demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua
ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu
minimum 1.020 mm per tahun. Kelembaban udara yang dikehendaki minimum
80%.
4. Teknik Pembibitan
Perbanyakan tanaman bambu dapat dilakukan
dengan cara vegetatif dan generatif, perbanyakan generatif melalui
bijinya, sedangkan perbanyakan vegetatif melalui stek
5. Pola Tanam
a. Penanaman Monokultur
Penanaman bambu secara murni dilakukan
dengan menanam satu jenis bambu pada seluruh areal yang luas, hasilnya
untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah besar.
b. Penanaman Campuran
Penanaman tanaman bambu ditanam
bersama-sama dengan tanaman lainnya dengan tujuan mengendalikan erosi
dan mempertahankan kesuburan tanah.
c. Tebang Pilih
Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6
tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam
pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang
habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu
dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini
kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang
berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan
memutuskan regenarasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah
metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif
karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan
kelansungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.
E. Pencegahan Pemanasan Global dengan Hutan Bambu
Pemanasan global merupakan ancaman
terbesar bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Beberapa fakta menunjukkan
akan kebenaran hal ini diantaranya es di kutub utara dan selatan telah
mencair, naiknya permukaan air laut, perubahan iklim, terjadinya
gelombang panas, dan habisnya sumber air bersih dunia. Semua itu akibat
dari pemanasan global.
Penyebab terbesar terjadinya pemanasan
global yaitu gas Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida
(NO), dan Chlorofluorocarbon (CFC). Hutan yang diharapkan menjadi tempat
penimbunan gas CO2 telah rusak. Bahkan rusaknya hutan ini menambah
jumlah CO2 di udara. Pohon-pohon yang telah mati akan menghasilkan gas
CO2 dan melepasnya ke atmosfer. Oleh karena itu, yang harus dilakukan
adalah menghilangkan Karbon Dioksida di udara yang dapat menumpuk di
lapisan atmosfer. Untuk menghilangkan gas Karbon Dioksida di udara
dilakukan penghijauan yaitu memperbanyak menanam pohon sehingga gas-gas
CO2 dari berbagai sumbernya dapat diserap dan tidak sampai ke atmosfer.
Gas-gas CO2 tersebut diserap dalam proses fotosintesis yang dilakukan
oleh tanaman hijau tersebut.
Berkaitan dengan upaya penghijauan maka
tanaman hijau yang sebaiknya ditanam adalah tanaman bambu, bukan tanaman
kayu-kayuan ataupun buah-buahan. Alasan ini berdasarkan pada prediksi
seorang ahli iklim NASA bernama dr. H. J. Zwally yang mengatakan bahwa
hampir semua es di kutub utara akan lenyap pada akhir musim panas 2012
akibat pemanasan global. Tanaman bambu dapat tumbuh dengan cepat yang
hanya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun saja, dibandingkan dengan
tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan yang memerlukan waktu yang cukup
lama untuk mencapai usia dewasa. Selain itu, dalam hal penyerapan Karbon
Dioksida, bambu lebih banyak menyerap Karbon Dioksida dari pada tanaman
kayu-kayuan ataupun buah-buahan. Studi menunjukkan bahwa satu hektar
tanaman bambu dapat menyerap lebih dari 12 ton karbon dioksida di udara.
Ini merupakan jumlah yang cukup besar. Dengan melestarikan hutan bambu,
berarti kita telah memiliki mesin penyedot karbon dioksida dalam
kapasitas yang besar.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelestarian hutan bambu merupan langkah
yang sangat efektif dan efisien dalam upaya penanggulangan masalah
pemanasan global. Pelestarian hutan bambu seyogianya dilakukan di
seluruh dunia. Dengan hutan bambu, fungsi hutan sebagai penopang
kehidupan mahluk hidup di muka bumi dapat dikembalikan dengan cepat.
Dalam pelestariannya tidak dibutuhkan waktu yang cukup lama karena bambu
dapat mencapai usia dewasa pada umur 3-6 tahun. Selain itu, penanaman
bambu tidak memerlukan biaya yang cukup besar seperti kayu-kayuan karena
tanaman bambu merupakan tanaman rakyat yang mudah dan murah didapatkan
dibandingkan dengan kayu-kayuan.
B. Saran
Isu tentang pemanasan global yang lagi
hangat di bicrakan di Negara-negara maju maupun berkembang tentang cara
mengatasinya maka penulis menyarankan agar perlu ada pengkajian lebih
lanjut mengenai konsep pelesarian hutan bambu dan kemampuan bambu untuk
menyerap karbondioksida.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999. Sumber Daya Hutan Bambu
Untuk Masa Depan Kesejahteraan dan Pembangunan Bangsa. Buletin Kehutanan
No 183-184/XX/1995.
Anonim 1998. Usaha Mempertinggi Resitensi Bambu Betung Terhadap Serangan Kumbang. Buletin Fakultas Kehutanan UGM.
Anonim, 2010. Budidaya Bambu Sebagai Upaya Pelestarian Lingkungan. http://kursibambu.wordpress.com/2010/05/08/budidaya-bambu-sebagai-upaya-pelestarian-lingkungan/
Arianasta, I.B.K. 2005. Keanekaragaman
dan Penggunaan Jenis-jenis Bambu di Desa Tigawasa, Bali. Jurusan Biologi
FMIPA UNS Surakarta. Bali. http://www.unsjournals.com/D/D0601pdf/D060104.Pdf.
Bapedal, 2010. Pelestarian Bambu dan Manfaatnya Terhadap Lingkungan Hidup http://members.fortunecity.com/
Frick, Heinz. 2004. Ilmu Kontruksi Bangunan Bambu. Semarang: Kanisius.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. Pemanasan Global. 13 Oktober 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. Pemanasan Global. 13 Oktober 2008.
http://library.usu.ac.id/download//fp/hutan-ridwanti4/pdf. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. 22 Juli 2008.
http://www.pemanasanglobal.net/. Global Warming Mengancam Keselamatan Planet Bumi, 13 Oktober 2008
Widjaja, E. A. 2004. Jenis-Jenis Bambu Endemik dan Konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV.
Widjaja, E.A. 2001. Identikit Jenis-jenis bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bilologi. LIPI. Bogor.
Widyana, K. 2001. Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya.
Sumber : http://bamboeindonesia.wordpress.com/bambu-sebagai-penyerap-karbon/makalah/deny-hingmadi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar