Budidaya Bambu di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Tinjauan Aspek Ekonomi, Sosio-kultural dan Lingkungan
Kabupaten Bangli berada pada kerucut vulkan hingga lereng atas Gunungapi Batur. Bangli merupakan daerah resapan (recharge area) untuk sistem air tanah di bawahnya. Kondisi tersebut menempatkan Kabupaten Bangli pada posisi penting dalam konteks sumberdaya air. Kelangsungan peran hidrologis Bangli sangat menentukan ketersediaan air di Kabupaten Gianyar, Buleleng, dan Karangasem.
Berdasarkan inventarisasi tahun 2009, budidaya bambu di Bangli yang terbesar di Provinsi Bali . Program penanaman bambu di Kabupaten Bangli memiliki makna strategis dalam aspek ekonomi, sosio-kultural dan lingkungan, baik dalam konteks lokal maupun regional. Fakta menunjukkan, budidaya bambu merupakan salah satu opsi efektif untuk pemberdayaan masyarakat dan mereduksi pengangguran di Kabupaten Bangli.
Nilai Ekonomi dan Sosio-kultural Budidaya Bambu di Bangli
Budidaya bambu di Bangli mempunyai peran strategis dalam penyerapan tenaga kerja dan pendapatan regional. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangli, budidaya bambu memberi kontribusi 40% pada Pendapatan Domestrik Regional Bruto (PDRB) dan menyerap lebih dari 45% tenaga kerja.
Keterlibatan masyarakat Bangli dalam budidaya bambu berupa kegiatan dari hulu (pembuatan tanaman), tengah (pengolahan produk) hingga hilir (pemasaran). Hal tersebut secara substantif sangat penting untuk memantapkan modal sosial (social capital) masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa modal sosial yang mantap merupakan aset penting kemajuan komunitas dan menjamin ketangguhan komunitas dalam mencari solusi terhadap krisis sosial ekonomi yang saat ini melanda berbagai kawasan dunia dan dampak globalnya bisa melanda daerah manapun sewaktu-waktu.
Produksi bambu di Bangli untuk memenuhi berbagai keperluan, diantaranya: (1) kerajinan, (2) bahan bangunan, (3) furnitur, (4) pangan, dan (5) upacara adat. Jumlah unit usaha kerajinan bambu di Bangli sebanyak 4.732 dan melibatkan 9.530 tenaga kerja, dengan nilai investasi Rp. 306 juta dan produksi Rp. 27 milyar (Disperindag Kab. Bangli, 2007) Permintaan pasar luar negeri terhadap furnitur bambu sangat besar, namun kapasitas produksinya belum mampu memenuhi permintaan.
Beberapa bagian tanaman bambu dapat dipergunakan untuk bahan pangan dan obat-obatan. “Rebung” adalah bagian batang bambu muda untuk pangan. Daun bambu duri (Bambusa bambos (L) Voss) dapat dipakai untuk obat mata, bronkitis dan demam.
Berbagai upacara adat di bali kebanyakan yang membutuhkan bambu. Sebagian besar produksi bambu di Bali untuk memenuhi kebutuhan upacara tersebut, baik sebagai hiasan luar ruangan (penjor), maupun tempat untuk menaruh sesaji (keben).
Bambu lamina telah dikembangkan sebagai alternatif bahan bangunan dengan nilai estetika dan ekonomi tinggi, yaitu tiang bangunan, lantai, atap maupun dinding. Permintaan pasar Eropa terhadap bambu lamina tidak dapat dipenuhi, karena hanya ada satu pengrajin dengan modal terbatas yang menekuni hal tersebut.
Memperhatikan berbagai keperluan produk bambu tersebut, maka potensi pasar bambu sangat menjanjikan. Animo masyarakat dalam budidaya bambu sangat tinggi. Upaya pemberdayaan masyarakat melalui budidaya bambu akan berdayaguna apabila Keterlibatan masyarakat tidak hanya pada penyediaan bahan baku saja, namun juga pada tahap proses dan pemasaran hasil produksi yang banyak diminati. Hambatan utama dalam pengembangan budidaya bambu adalah aspek permodalan dan dukungan multipihak terkait dengan (1)proses produksi (2) inovasi dan diversifikasi produk, dan (3) aspek regulasi yang mendukung bambu sebagai produk unggulan dengan nilai ekonomi tinggi.
Bambu untuk Konservasi Lingkungan
Bambu berakar serabut sehingga berdayaguna dalam proteksi tanah dari potensi erosi. Dengan demikian kapasitas penyimpanan air terjaga, limpasan tereduksi, infiltrasi dan tampungan air tanah meningkat. Kondisi tersebut berdayaguna untuk mengatasi krisis air di Bali. Tanaman bambu menghasilkan banyak sersah, jauh lebih banyak daripada vegetasi lainnya, sehingga berguna dalam perbaikan sifat hidrologis tanah (Bharati et al., 2002).
Hasil survei dan penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya air di Pulau Jawa dan Bali, termasuk kategori kritis. Indeks ketersediaan air Pulau Jawa dan Bali (60% penduduk Indonesia), berdasarkan survei tahun 1986 sebesar 1.750 m3/kapita/th, termasuk kategori kritis menurut World Water Resources Institut (Weert, 1994).
Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu dengan manfaat multi-aspek. Jaminan serapan pasar produk bambu merupakan peluang pengembangan bambu secara lebih berdayaguna. Ketersediaan modal dan regulasi tataniaga produk merupakan kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi. Intervensi pemodal dan Pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan suprastruktur pemasaran produk mutlak diperlukan.
M. Saparis Soedarjanto - Staf Direktorat PEPDAS, Ditjen BPDASPS
Sumber : http://www.scbfwm.org/2013/01/17/bambu-bangli-bali-sejuta-manfaat-dari-alam-pulau-dewata.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar