Industri Kreatif | Perdagangan Bambu Dunia Bakal Tembus 15 Miliar Dollar AS.
Kembangkan Potensi Bisnis Bambu
republika.co.id
Perdagangan Bambu Dunia Bakal Tembus 15 Miliar Dollar AS.
Kembangkan Potensi Bisnis Bambu untuk Industri Kreatif
Potensi usaha bambu di Indonesia dinilai cukup meyakinkan sehingga pemerintah diminta untuk mendorong pengembangannya agar lebih berperan di kancah perdagangan bambu dunia.
Sampai sekarang, ternyata Indonesia belum bisa mengambil bagian dalam industri bambu dunia yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perputaran usaha dalam industri bambu di seluruh dunia diperkirakan mencapai 7 miliar dollar AS. Tahun 2015 mendatang, nilai perdagangan usaha bambu diperkirakan menembus 15 miliar dollar AS.
Begitu pun permintaan bambu dunia dari waktu ke waktu terus meningkat. Eropa saja membutuhkan 700 ton panel bambu per bulan atau 8,4 juta ton per tahun, sementara AS membutuhkan 20 juta ton per tahun. Industri ini sampai sekarang masih dikuasai China, Taiwan, Vietnam, dan India.
Indonesia pun sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar dalam kancah industri bambu dunia. Dari sekitar 1.500 spesies bambu di dunia, 174 atau 10 persen di antaranya berada di Indonesia. Hal tersebut dinilai merupakan modal dasar yang mampu membuat industri bambu nasional dapat bersaing di tingkat dunia.
Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan saat ini Indonesia tertinggal jauh dari China dalam hal pemanfaatan tanaman bambu. Data dari Kemenperin memperlihatkan China menerima pemasukan senilai 12 miliar dolar AS setiap tahun dari ekspor hasil kerajinan bambu.
Namun, Agus juga mengaku investasi di sektor bambu tersebut kurang diminati karena tidak adanya jaminan pasokan bahan baku. Kerja sama dengan Kementerian Kehutanan yang bertugas menyediakan pasokan berharap dapat menyelesaikan persoalan ini.
Saat membuka Forum Bambu Nasional di Jakarta belum lama ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, menilai industri bambu nasional dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah kekhawatiran mengenai meningkatnya kesenjangan kemakmuran.
Bambu, di tengah isu eco label dunia, terus menjadi perbicangan internasional. Berbagai forum dunia banyak digelar untuk meneliti seluruh aspek bambu. Dengan makin menurunnya hutan kayu, bambu yang semula dikenal sebagai timber for the poor (kayu untuk orang miskin), kini bermatemorfosa menjadi timber for the future.
Salah satu arsitek Indonesia yang menekuni bambu, Eko Prawoto, mengatakan dari segi ketersediaannya, Indonesia menduduki posisi ketiga setelah China dan India. Namun, dari segi pengembangan seluruh aspek bambu, seperti pembibitan dan teknologi pengelemannya, Indonesia jauh tertinggal bahkan dari negeri Jerman, Italia, Swiss, ataupun Amerika Serikat yang tak mengenal bambu seperti rakyat Indonesia mengenalnya.
"Maka dalam sebuah forum penting internasional bambu di Shanghai belum lama ini, tak satu pun wakil dari Indonesia yang datang. Saya datang melalui sebuah lembaga di Amerika karena kebetulan saya sedang membantu mereka untuk program rumah murah," kata Eko, salah satu arsitek Indonesia yang menekuni bambu, di Yogyakarta, kemarin.
Eko menjelaskan negara-negara lain sudah sangat serius melihat bambu sebagai material masa depan, sebaliknya Indonesia yang memiliki keberlimpahan bambu justru terus meninggalkannya.
Padahal, bambu memungkinkan untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Berbagai keterampilan rakyat dalam mengolah bambu untuk bahan kerajinan dan furnitur sudah tak bisa diragukan lagi. Di Jogja, misalnya, sentra bambu di Gesikkan Sleman pernah menjadi eksportir besar untuk pasar Amerika dan Eropa. Rebung, sebagai hasil sampingan dari komoditas bambu juga dapat digunakan untuk bahan baku makanan. Sayangnya, bahkan rebung saat ini Indonesia harus mengimpornya.
Hutan Bambu
Pakar bambu dari Fakultas Kehutanan UGM, Profesor Prayitno, mengemukakan bahwa setelah hancurnya perkebunan bambu di Basuki Rahmat Banyuwangi, Jawa Timur, praktis kini tak ada lagi perkebunan bambu yang dimiliki Pulau Jawa. Sulawesi Selatan yang dulu memiliki hutan bambu di Goa, juga kini telah hancur. Hutan bambu dengan luasan yang signifikan kini hanya terdapat di beberapa tempat di Indonesia, salah satunya di Ende, Nusa Tenggara Timur.
"Itu pun kalau bangunan rumah mereka nanti terpengaruh Jawa, yakni dengan batu bata dan semen, kemungkinan juga akan hilang hutan bambunya," kata Prayitno.
Prayitno menuturkan pentingnya pusat penelitian dan pengembangan bambu yang dimiliki pemerintah sehingga bisa diakses masyarakat secara mudah dan murah. Pemerintah juga harus mengembangkan teknologi laminasi memungkinkan bambu digunakan sebagai bahan konstruksi sekuat baja, yang di negara-negara lain sudah sangat maju.
"Jangan sampai apa-apa telat, tahu-tahu suatu hari kita impor bambu, tahu-tahu tidak ada lagi masyarakat yang bisa mengolah bambu sebagai barang kerajinan," kata Eko Prawoto. YK/E-12
Mengulang Kembali Masa Keemasan Industri Bambu
Pusat kerajinan bambu di Gesikkan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum peristiwa bom Bali 2002 lalu, pernah mengalami masa kejayaan. Ekspor ke Amerika dan Eropa benar-benar membuat para perajin bambu kebanjiran order dan bergelimang dollar AS. Apalagi ketika krisis moneter Indonesia 1998, saat kurs dollar AS melonjak naik, order kerajinan bambu berada di puncak-puncaknya.
"Bom Amrozy bikin langsung pet, mati orderan ekspor,"demikian kata Sinta, pemilik salah satu workshop bambu di Gesikkan Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Pasar lokal yang diharapkan mampu menopang pasar mereka yang sedang merosot pelan-pelan justru terus mengalami penurunan dengan diiringi naiknya harga bambu. Bambu petung yang 10 tahun lalu hanya berharga di kisaran 5 ribuan rupiah, sekarang mencapai 50 ribu – 60 ribu rupiah per batang.
Ongkos pengiriman juga melambung, seiring naiknya harga BBM dan onderdil. Namun untuk menaikkan harga jual, sulit dilakukan para pengrajin. Bahkan untuk pasar lokal Jawa Timuran yang diakui dulu dalam tiga bulan sekali bisa mengambil hingga tiga truk, saat ini sudah sangat berkurang karena harga yang dianggap kelewat tinggi untuk dijual kembali.
Sebenarnya, menurut Narto pemilik Deling Asri Mebel Bambu maupun perajin lain di Gesikkan, pasar lokal masih besar potensinya, namun mereka terkendala pemasaran. Meskipun Despirandagkop Sleman maupun DIY beberapa kali mencoba membantu pemasaran namun belum memiliki agenda rutin dan terpadu.
Disamping itu, dengan adanya isu bakso formalin, bahan pengawet seperti borak yang berguna untuk mengawetkan bambu dalam upaya mencegah bambu bubukkan, kini juga sulit untuk dibeli. Kalaupun bisa membelinya, harus dalam jumlah besar yang sangat menyulitkan para pengrajin yang sekarang dalam kelesuan.
"Omzet tinggal 3 juta rupiah per minggu, cukup buat makan,"kata Narto.
Di Gesikkan, segala kerajinan dari bambu seperti kerei, meja kursi, hingga Gazebo bisa dibeli atau dipesan dalam jumlah berapapun. Sayang, pesanan dalam jumlah besar sudah jarang didapat. Mebel murah pabrikan jadi pesaing utama.
Perusahaan Sahabat Bambu yang berada di Cangkringan Sleman selama ini konsentrasi dalam penyediaan bambu yang sudah diawetkan. Dalam satu bulan, Sahabat Bambu rutin menjual 5 ribu batang bambu untuk pasar Bali dan Jakarta. Untuk bambu apus, harga mencapai 23 ribu rupiah per batang. Bambu Petung 120 ribu rupiah per batang dan bambu wulung 30 ribu rupiah per batangnya.
Meskipun bambu bisa dipanen 2 hingga 3 tahun, menurut Luukman, pemilik Sahabat Bambu, karena pemerintah tidak memberi dampingan yang baik kepada masyarakat, dimungkinkan stok bambu akan terus menipis. Terbukti, menurut Lukman, harga bambu di Indonesia kalah jauh dibandingkan harga bambu di China.
Stok bambu menipis sangat terasa jika ada proyek besar seperti saat ini sebuah proyek sangat besar di Jakarta Utara yang menggunakan bahan utama bambu, tiba-tiba pasokan bambu benar-benar menipis. Atau saat gempa di Bantul 2006, bambu benar-benar habis untuk mencukupi kebutuhan hanya sekabupaten Bantul. Padahal, dua dekade sebelumnya, jutaan bambu dimiliki Indonesia.
"Maka pemerintah harus segera bergerak cepat, baik untuk pembibitan, pengembangbiakan, maupun sosialisasi pada masyarakat betapa penting dan bagusnya bambu untuk furniture maupun untuk konstruksi bangunan,"tambah Lukman.
YK/E-12
Sumber : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/110628
Potensi usaha bambu di Indonesia dinilai cukup meyakinkan sehingga pemerintah diminta untuk mendorong pengembangannya agar lebih berperan di kancah perdagangan bambu dunia.
Sampai sekarang, ternyata Indonesia belum bisa mengambil bagian dalam industri bambu dunia yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perputaran usaha dalam industri bambu di seluruh dunia diperkirakan mencapai 7 miliar dollar AS. Tahun 2015 mendatang, nilai perdagangan usaha bambu diperkirakan menembus 15 miliar dollar AS.
Begitu pun permintaan bambu dunia dari waktu ke waktu terus meningkat. Eropa saja membutuhkan 700 ton panel bambu per bulan atau 8,4 juta ton per tahun, sementara AS membutuhkan 20 juta ton per tahun. Industri ini sampai sekarang masih dikuasai China, Taiwan, Vietnam, dan India.
Indonesia pun sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar dalam kancah industri bambu dunia. Dari sekitar 1.500 spesies bambu di dunia, 174 atau 10 persen di antaranya berada di Indonesia. Hal tersebut dinilai merupakan modal dasar yang mampu membuat industri bambu nasional dapat bersaing di tingkat dunia.
Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan saat ini Indonesia tertinggal jauh dari China dalam hal pemanfaatan tanaman bambu. Data dari Kemenperin memperlihatkan China menerima pemasukan senilai 12 miliar dolar AS setiap tahun dari ekspor hasil kerajinan bambu.
Namun, Agus juga mengaku investasi di sektor bambu tersebut kurang diminati karena tidak adanya jaminan pasokan bahan baku. Kerja sama dengan Kementerian Kehutanan yang bertugas menyediakan pasokan berharap dapat menyelesaikan persoalan ini.
Saat membuka Forum Bambu Nasional di Jakarta belum lama ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, menilai industri bambu nasional dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah kekhawatiran mengenai meningkatnya kesenjangan kemakmuran.
Bambu, di tengah isu eco label dunia, terus menjadi perbicangan internasional. Berbagai forum dunia banyak digelar untuk meneliti seluruh aspek bambu. Dengan makin menurunnya hutan kayu, bambu yang semula dikenal sebagai timber for the poor (kayu untuk orang miskin), kini bermatemorfosa menjadi timber for the future.
Salah satu arsitek Indonesia yang menekuni bambu, Eko Prawoto, mengatakan dari segi ketersediaannya, Indonesia menduduki posisi ketiga setelah China dan India. Namun, dari segi pengembangan seluruh aspek bambu, seperti pembibitan dan teknologi pengelemannya, Indonesia jauh tertinggal bahkan dari negeri Jerman, Italia, Swiss, ataupun Amerika Serikat yang tak mengenal bambu seperti rakyat Indonesia mengenalnya.
"Maka dalam sebuah forum penting internasional bambu di Shanghai belum lama ini, tak satu pun wakil dari Indonesia yang datang. Saya datang melalui sebuah lembaga di Amerika karena kebetulan saya sedang membantu mereka untuk program rumah murah," kata Eko, salah satu arsitek Indonesia yang menekuni bambu, di Yogyakarta, kemarin.
Eko menjelaskan negara-negara lain sudah sangat serius melihat bambu sebagai material masa depan, sebaliknya Indonesia yang memiliki keberlimpahan bambu justru terus meninggalkannya.
Padahal, bambu memungkinkan untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Berbagai keterampilan rakyat dalam mengolah bambu untuk bahan kerajinan dan furnitur sudah tak bisa diragukan lagi. Di Jogja, misalnya, sentra bambu di Gesikkan Sleman pernah menjadi eksportir besar untuk pasar Amerika dan Eropa. Rebung, sebagai hasil sampingan dari komoditas bambu juga dapat digunakan untuk bahan baku makanan. Sayangnya, bahkan rebung saat ini Indonesia harus mengimpornya.
Hutan Bambu
Pakar bambu dari Fakultas Kehutanan UGM, Profesor Prayitno, mengemukakan bahwa setelah hancurnya perkebunan bambu di Basuki Rahmat Banyuwangi, Jawa Timur, praktis kini tak ada lagi perkebunan bambu yang dimiliki Pulau Jawa. Sulawesi Selatan yang dulu memiliki hutan bambu di Goa, juga kini telah hancur. Hutan bambu dengan luasan yang signifikan kini hanya terdapat di beberapa tempat di Indonesia, salah satunya di Ende, Nusa Tenggara Timur.
"Itu pun kalau bangunan rumah mereka nanti terpengaruh Jawa, yakni dengan batu bata dan semen, kemungkinan juga akan hilang hutan bambunya," kata Prayitno.
Prayitno menuturkan pentingnya pusat penelitian dan pengembangan bambu yang dimiliki pemerintah sehingga bisa diakses masyarakat secara mudah dan murah. Pemerintah juga harus mengembangkan teknologi laminasi memungkinkan bambu digunakan sebagai bahan konstruksi sekuat baja, yang di negara-negara lain sudah sangat maju.
"Jangan sampai apa-apa telat, tahu-tahu suatu hari kita impor bambu, tahu-tahu tidak ada lagi masyarakat yang bisa mengolah bambu sebagai barang kerajinan," kata Eko Prawoto. YK/E-12
Mengulang Kembali Masa Keemasan Industri Bambu
Pusat kerajinan bambu di Gesikkan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum peristiwa bom Bali 2002 lalu, pernah mengalami masa kejayaan. Ekspor ke Amerika dan Eropa benar-benar membuat para perajin bambu kebanjiran order dan bergelimang dollar AS. Apalagi ketika krisis moneter Indonesia 1998, saat kurs dollar AS melonjak naik, order kerajinan bambu berada di puncak-puncaknya.
"Bom Amrozy bikin langsung pet, mati orderan ekspor,"demikian kata Sinta, pemilik salah satu workshop bambu di Gesikkan Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Pasar lokal yang diharapkan mampu menopang pasar mereka yang sedang merosot pelan-pelan justru terus mengalami penurunan dengan diiringi naiknya harga bambu. Bambu petung yang 10 tahun lalu hanya berharga di kisaran 5 ribuan rupiah, sekarang mencapai 50 ribu – 60 ribu rupiah per batang.
Ongkos pengiriman juga melambung, seiring naiknya harga BBM dan onderdil. Namun untuk menaikkan harga jual, sulit dilakukan para pengrajin. Bahkan untuk pasar lokal Jawa Timuran yang diakui dulu dalam tiga bulan sekali bisa mengambil hingga tiga truk, saat ini sudah sangat berkurang karena harga yang dianggap kelewat tinggi untuk dijual kembali.
Sebenarnya, menurut Narto pemilik Deling Asri Mebel Bambu maupun perajin lain di Gesikkan, pasar lokal masih besar potensinya, namun mereka terkendala pemasaran. Meskipun Despirandagkop Sleman maupun DIY beberapa kali mencoba membantu pemasaran namun belum memiliki agenda rutin dan terpadu.
Disamping itu, dengan adanya isu bakso formalin, bahan pengawet seperti borak yang berguna untuk mengawetkan bambu dalam upaya mencegah bambu bubukkan, kini juga sulit untuk dibeli. Kalaupun bisa membelinya, harus dalam jumlah besar yang sangat menyulitkan para pengrajin yang sekarang dalam kelesuan.
"Omzet tinggal 3 juta rupiah per minggu, cukup buat makan,"kata Narto.
Di Gesikkan, segala kerajinan dari bambu seperti kerei, meja kursi, hingga Gazebo bisa dibeli atau dipesan dalam jumlah berapapun. Sayang, pesanan dalam jumlah besar sudah jarang didapat. Mebel murah pabrikan jadi pesaing utama.
Perusahaan Sahabat Bambu yang berada di Cangkringan Sleman selama ini konsentrasi dalam penyediaan bambu yang sudah diawetkan. Dalam satu bulan, Sahabat Bambu rutin menjual 5 ribu batang bambu untuk pasar Bali dan Jakarta. Untuk bambu apus, harga mencapai 23 ribu rupiah per batang. Bambu Petung 120 ribu rupiah per batang dan bambu wulung 30 ribu rupiah per batangnya.
Meskipun bambu bisa dipanen 2 hingga 3 tahun, menurut Luukman, pemilik Sahabat Bambu, karena pemerintah tidak memberi dampingan yang baik kepada masyarakat, dimungkinkan stok bambu akan terus menipis. Terbukti, menurut Lukman, harga bambu di Indonesia kalah jauh dibandingkan harga bambu di China.
Stok bambu menipis sangat terasa jika ada proyek besar seperti saat ini sebuah proyek sangat besar di Jakarta Utara yang menggunakan bahan utama bambu, tiba-tiba pasokan bambu benar-benar menipis. Atau saat gempa di Bantul 2006, bambu benar-benar habis untuk mencukupi kebutuhan hanya sekabupaten Bantul. Padahal, dua dekade sebelumnya, jutaan bambu dimiliki Indonesia.
"Maka pemerintah harus segera bergerak cepat, baik untuk pembibitan, pengembangbiakan, maupun sosialisasi pada masyarakat betapa penting dan bagusnya bambu untuk furniture maupun untuk konstruksi bangunan,"tambah Lukman.
YK/E-12
Sumber : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/110628
Kami Jingga A Raya perusahaan profesional penyedia jasa Coating, Epoxy Flooring, waterproofing, dan supplier bagi segala kebutuhan industri dll
BalasHapusPengalaman kami untuk hasil terbaik Anda
Silahkan berkunjung ke website kami : www.jinggaraya.com
Kami melayani seluruh area Indonesia
#epoxysemarang #epoxysolo #epoxyyogyakarta #epoxyjawatengah #epoxysurabaya #epoxymalang #epoxysidoarjo #epoxymojokerto #epoxyjawatimur #epoxybandung #epoxypurwakarta #epoxycirebon #epoxyjawabarat #epoxyserang #epoxytangerang #epoxybanten #epoxyjakarta #epoxylampung #epoxysumatra #epoxybali #epoxykalimantan #epoxysulawesi #epoxyindonesia #epoxykita
saya siap untuk suplai.bambu betung dan bambu apus
BalasHapusSaya siap jadi pemasukan bambu
BalasHapusInsaallah saya siap untuk menyuplai bambu terimakasih
BalasHapusMelayani supply bambu seluruh Indonesia , perkebunan bambu kami terletak di kab Pinrang, untuk info lebih lanjut hub 087859962061(Wa)
BalasHapus