Selasa, 11 November 2014

Bisnis Rebung Bambu Kuning tak Kenal Musim

Bisnis Rebung Bambu Kuning tak Kenal Musim



MINGGU ini, di luar dugaan, redaksi menerima lima surat e-mail, dari jaringan internet Mitra Bisnis, berupa beberapa permohonan tentang rebung bambu, yang dalam bahasa asing perdagangannya disebut bamboo shoot. Surat e-mail itu di antaranya datang dari Jepang, Inggris, Korea Selatan, Hongkong, Slovakia. 

Isi surat itu, berupa tawaran kepada para eksportir di tanah air, yang mampu memasok rebung bambu secara kontinyu ke negara-negara itu. Kalau permohonan sudah masuk ke jaringan internet, hal itu bukan main-main. Ini berarti, rebung bambu tsb, sekarang sudah jadi komoditas internasional di pasar global. 

Spesifikasi permohonan komoditas itu, dibuat secara jelas, dan dapat dimanfaatkan oleh para eksportir kita. Rebung yang diminta, umumnya dari jenis bambu kuning yang memang lebih baik dibandingkan rebung yang dihasilkan dari bambu-bambu lainnya.
Bambu kuning (Bambosa vulgaris Schard) termasuk famili Graminae, merupakan salahsatu jenis bambu yang merupakan komoditas bernilai ekspor tinggi. 

Tanaman ini, tersebar di daerah tropik dan sub tropik, walaupun terdapat juga di daerah dingin seperti Jepang, RRC, Chili, dan AS. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 700 spesies yang mewakili 60 negara. Dari jumlah itu, 300 spesies ternyata tumbuh di wilayah Asia.
Negara penghasil bambu terbesar adalah India, yang memiliki perkebunan bambu seluas 9 juta ha, yang disusul oleh RRC sebanyak 3 juta ha, kemudian diikuti Jepang seluas 1,2 juta ha. 

Di Indonesia, tanaman ini mudah beradaptasi dengan alam, dan tersebar dari sejak dataran rendah hingga ketinggian 2.000 m dpl (di atas permukaan laut). Dari sejumlah pohon bambu yang kita miliki, masing-masing memiliki karakter dan sifat yang berbeda, dan 30 spesies di antaranya tumbuh di Jawa. Namun dari sejumlah itu, hanya beberapa jenis saja yang memiliki nilai ekonomi tinggi, baik untuk tanaman hias maupun kebutuhan industri dan makanan. 

Pabrik kertas Leces misalnya, bahkan sudah melirik bambu yang oleh masyarakat disebut bambu kuning ampel ini, sebagai bahan baku pembuat kertas, berkualitas tinggi. Para pedagang lumpia, mengakui selalu kekurangan stok rebung bambu kuning, sebagai bahan utama isi lumpia Semarang, yang kesohor itu. 

Bahkan, para pensiunan Dephutbun, yang tergabung dalam HPK (Himpunan Pensiunan Kehutanan), tahun 2001 akan mengekspor rebung bambu kuning ke Australia, Jepang, dan Prancis, yang dikemas dalam kaleng. 

Semula, Munawir, seorang guru SD di Dusun Kaliratan, Desa Ngombek, Kec. Kedungjati, Grobogan, Jateng, termasuk orang yang tidak yakin bambu yang oleh masyarakat dikenal sebagai penolak bala ini, mampu meningkatkan taraf hidupnya. Maklum di sekitar desanya, berhamparan lahan kritis yang dibiarkan berisi alang-alang, singkong, dan pisang, yang nilai ekonomisnya rendah. 

"Singkong dan pisang baru bisa dipanen setelah berusia enam bulan. Harganya pun boleh dibilang tidak ada. Satu tandan pisang, cuma seharga Rp 1.000,00,".....katanya membandingkan, seraya menunjuk sebatang pisang, kepada ÓMBÓ yang berkunjung ke Dusun Kaliratan, pekan lalu.
Tapi itu cerita lama. Kini di lahan kritis itu, nyaris telah ditumbuhi bambu kuning. Lahan yang tadinya cuma berisi alang-alang, singkong dan pisang, satu per satu tergusur oleh rumpun bambu kuning. 

Selain nilai ekonomis yang diperoleh, tanah di sekitar Dusun Kaliratan yang umumnya bertebing dan curam, kini pun aman dari erosi, karena akar bambu kuning yang berbentuk rimpang sangat kuat menahan erosi, terutama di tempat curam. 

Kisah sukses 173 orang warga Desa Ngombak, yang kini tergabung dalam KPPS (Kelompok Pelestari Hutan Sosial) "Kusuma", dalam membudidayakan bambu kuning, barangkali tidak akan pernah terjadi, jika saja seorang Asper Penyuluh Perum Perhutani KPH Semarang, Soehardi, BA, tahun 1996, tidak jeli melihat potensi yang bisa dikembangkan di desa yang berada di tepi areal KPH Semarang ini. 

Kepada "MB" Soehardi berkisah, sesaat setelah dipindahkan dari KPH Pati, ia dihadapkan pada masalah klasik yang kerap dihadapi Perum Perhutani, dengan masyarakat sekitar hutan. Melihat kondisi lapangan yang ada, maka "proyek" yang terlintas di benaknya adalah,  mengembangkan bambu kuning. Pertimbangannya sederhana, karena lahan di desa ini sebagian curam, dan kritis. 

Langkah awal yang ditempuhnya, bukanlah dengan mengumpulkan warga setempat untuk diberi penyuluhan agar mau menanam bambu kuning. Namun ia mensurvei 17 penjual lumpia yang ada di Kota Semarang.
Survei membuktikan, bahwa bahan baku isi lumpia Semarang yang terkenal itu, berasal dari rebung bambu kuning atau yang mereka kenal dengan bambu kuning ampel. Setiap harinya, para pedagang lumpia butuh rebung sebanyak 400 kg. 

"Padahal di Semarang, terdapat lebih dari 50 pedagang lumpia, dan kebutuhannya baru bisa dipenuhi 250 kg," tuturnya. Gayung pun bersambut, dari pengamatan kecil-kecilan terhadap para pedagang lumpia itu, ia juga mengetahui bahwa para pedagang pengumpul dari Mranggeng, sekitar 30 km dari lokasi, siap membantu memasarkan hasil rebung itu. Bahkan hingga kini, para pedagang itu sendiri yang datang ke lokasi untuk membeli hasil panen. 

Keunggulannya 

Usaha memasyarakatkan prospek budidaya ini, di tanah milik masyarakat di sekitar hutan, lambat laun ternyata mendapat respon positif. Dari demplot (lahan uji coba -red) tahun 1996 seluas 4 hektar, yang dibiayai Perhutani Unit I Jawa Tengah, sebanyak Rp 4 juta, kini telah menghasilkan 8.000 kg. 

Dengan harga rata-rata Rp 3.000,00/kg, maka warga desa itu paling tidak telah menikmati Rp 24 juta/bulan. Sebuah nilai tambah yang besar bila dibandingkan dengan hasil tani dari singkong atau pisang yang selama ini jadi andalan mereka. 

Dibandingkan rebung dari jenis bambu lain, rebung bambu kuning memiliki beberapa keistimewaan. Munawir, yang telah mengamati pertumbuhan bambu kuning sejak di demplot tahun 1996 mengatakan, panen rebung bambu kuning tidak mengenal musim. "Di musim kemarau pun rebungnya tetap ada," katanya. Ini berbeda dengan bambu biasa, yang hanya mengeluarkan rebung saat musim hujan. 

Dari sudut ekonomis ini, tentu saja menguntungkan. Sebab biasanya, harga rebung panenan di musim hujan justru anjlok, karena pasokannya yang berlimpah. Penurunan harga ini pun diakui Munawir. 

"Pada musim hujan harganya turun Rp 1.500,00/kg, namun kalau musim kemarau bisa mencapai Rp 4.500,00/kg,Ó tuturnya. Kenapa bisa begitu ? Karena ya, itu tadi, sementara rebung jenis lain tidak panen di musim kemarau, rebung bambu kuning tetap nongol, meski kemarau.
Rasa alias aroma, rebung bambu kuning lebih harum. Seratnya lebih lembut. Kalau pada rebung bambu biasa, selama ini anda butuh dua kali merebus agar tidak gatal di lidah, maka rebung bambu kuning cukup sekali rebus. 

"Setelah mendidih, air rebusannya tak perlu dibuang, langsung saja ditambahi bumbu, sudah bisa langsung dinikmati," ujarnya memberi tips. Menurutnya masyarakat keturunan Cina, yang banyak mengkonsumsi rebung, lebih memilih rebung bambu kuning.-
Artikel selengkapnya terdapat pada Tabloid Mitra Bisnis.

Sumber :http://yanworld2.blogspot.com/2012/10/bisnis-rebung-bambu-kuning-tak-kenal.html

1 komentar: